h1

DI HALAMAN BELAKANG OCEAN-DREAM

Desember 29, 2014

Ia ingat setahun yang lalu pernah ke sini. Wafa berjalan menyusuri jalan setapak. Di belakangnya mengikuti Alya, sepupunya.

“Mainnya dekat-dekat saja, ya Fa!” Auntie Stef menjulurkan kepalanya dari jendela besar. Ia mengangguk. Lalu sadar mungkin Auntie Stef tidak bisa melihat anggukannya. Jadi ia menjawab sambil setengah berteriak,”Iya, Auntie Stef.”

“Pake sandal, Fa?” Ia menghentikan langkahnya. Itu suara Amah Ju.

Wafa berbalik. “Tunggu di sini,”perintahnya pada Alya. Sebelum sempat Alya menjawab, ia berlari menuju pintu samping. Hampir saja ia bertabrakan dengan Amah Ju.

“Hei! Mau ke perbatasan?”bisik Amah Ju. Wafa tersenyum lebar. Ia menganggukkan kepala penuh semangat.

“Hati-hati.” Amah Ju mengalungkan botol minum. Ia melirik tas Wafa lalu tertawa kecil.

“Hati-hati,” ulang Amah Ju.

Wafa mengiyakan sambil cepat-cepat berjalan ke belakang. Sebelum hari semakin panas.

Itu dia! Tanah perbatasan. Setengah berlari ia menuju pagar kawat perbatasan.

“AH!” Alya terpekik kagum. Wafa tersenyum lebih lebar.

Di sana ada sebuah taman kecil. Tidak jauh dari kawat perbatasan.

“Indahnya!” takjub Alya belum reda. Wafa mengangguk-anggukkan kepalanya setuju.

Wafa melepaskan sandalnya dan duduk bersila di atas rumput tebal. Dari tas ia mengeluarkan sekop kecil, kotak kecil berisi kukis. Lalu ia melepaskan botol minuman yang bergantung di bahunya.

“Kau membawa Coki?”tanya Wafa pelan.

Mulut Alya terlihat berkedut. Isak tertahan membuat tubuhnya gemetar.

Wafa menepuk-nepuk pelan punggungnya. Berusaha menghibur. Ia menahan diri agar tidak menangis.

Alya mengeluarkan Coki dari tasnya. Kini ia sesegukan lebih jelas.

“Unh….” Seguk Alya menatap Wafa.

“Khatthannya nnnnggghak bholeh…unh…nangiiisss!…unhhunhhh…”Alya memegang wajah Wafa yang sudah basah.

“Hhhabisnyha sedih,”bisik Wafa cepat-cepat menghapus airmatanya.

Coki, Kelinci berbulu kuning milik Alya. Sebelumnya Coki sakit mata. Lalu besoknya ia mati. Begitu cerita Alya. Ia menangis sejak pagi-pagi sekali begitu tahu. Wafa mendengarnya jadi ikut sedih. Ia ingat tiga ikan mas koki miliknya. Lalu ia ingat kebun ini. Kebun ajaib miliknya. Tidak bisa dibilang begitu juga, sih. Kebun ajaib ini ada di belakang Restoran Ocean Dream milik Auntie Stef. Teman dekat Amah Ju. Jadi, kebun ajaib ini milik Auntie Stef. Tapi Wafa yang menemukan kebun ini. Paling tidak, sebelumnya, Wafa tidak pernah mendengar cerita tentang kebun ajaib ini. Lalu, setelah bercerita ke Amah Ju, kebun ini menjadi rahasianya. Begitu kata Amah Ju. Wafa bisa memilih siapa saja yang ia percaya untuk dibawa ke kebun ajaib. Wafa percaya pada Alya. Lagi pula sepupunya itu sangat sedih. Mungkin saja kebun ajaibnya bisa menghibur.

“Tiga pohon tomat ini dari tiga ikan mas koki yang kau kubur?”tanya Alya sambil memegang buah tomat merah. Merah dan segar. Besarnya hampir sebola pimpong. Wafa tersenyum, mengangguk. “Iya,”jawabnya.

“Kau boleh memakannya.”

Alya tersenyum. Lalu menatap Coki yang terbaring di atas rumput hijau.

“Setelah kita kuburkan Coki, bagaimana?”tanya Alya.

“Baik.”

Wafa mengambil sekop tangannya. Menyerahkan satu pada Alya. Lalu mereka berdua sibuk menggali.

“Mari letakkan Coki di sini,” pinta Wafa dengan pelan. Suaranya terdengar murung.

Alya membungkus Coki dengan kain cokelat. Tangannya gemetar, isaknya kembali terdengar. Ia meletakkan Coki pelan ke lubang yang telah mereka gali.

“Coki cantik ya?” Wafa memandang lama-lama kelinci kuning itu.

“Bhuukaaanh. Coki cakep. Dia, laki-laki,”jawab Alya di antara isaknya.

Wafa menganggukkan kepalanya.

Gadis itu lalu meletakkan plastik di atas pipi Coki. Lalu mulai menutupnya dengan tanah.

Setelah semua tanah kembali rata. Keduanya menangis pelan-pelan.

“Berdo’a Wafa,”ucap Alya. Wafa kembali mengangguk.

Keduanya menunduk dan menangkupkan kedua telapak tangannya menghadap ke langit. Berdoa.

“Alya!”panggil Wafa. Ia lebih dulu selesai berdo’a.

“Aku lapar,”terangnya sambil menawarkan kukis ke arah Alya.

“Menurutmu apakah Coki akan menjadi pohon tomat juga?” tanya Alya sambil menikmati kukis.

Wafa menggelengkan kepala.

“Tidak.”

“Lalu akan jadi apa?” tanya Alya lagi.

“Aku tidak tahu.” Wajah Wafa terlihat berpikir.

“Pohon Tomat itu dari ikan mas koki milikku. Bunga macis ungu itu dari burung Auntie Stef. Bunga putih itu dari katak kamar mandi. Rumput hijau ini dari belalang dan ulat pohon yang mati,” terang Wafa.

“Jadi kita tidak tahu apa yang akan tumbuh besok?” tanya Alya.

Wafa menganggukkan kepalanya. Alya menopangkan kepala di antara kedua lututnya.

“Apa yang kita lakukan sekarang?” Alya bertanya lagi setelah diam sebentar.

“Kau mau merasakan enaknya tomat ikan mas koki, kan?”tawar Wafa. Ia tersenyum lebar pada Alya. Gadis itu menganggukkan kepalanya.

Wafa memetik dua buah tomat. Menyerahkan satu pada Alya dan satu untuk dirinya sendiri.

“Setelah makan, kau boleh menyiram kebun. Aku mau mencari binatang yang mati di sekitar sini,” ucap Wafa.

“Waaa…tomatnya enak sekaliiii.”Alya mencium tomat yang sudah digigitnya. Wafa tertawa geli.

Tomatnya memang enak. Manis, berair dan sedikit asam. Segar.

Tiap menggigitnya, Alya berdecak nikmat. Mereka berdua terkikik geli setiapnya.

Sore menjelang dan waktunya pulang ke Ocean Dream.

“Sampai berjumpa besok, Coki,” pamit Alya.

“Sampai berjumpa besok, teman-teman,”pamit Wafa.

Beriring sambil berlari kecil mereka melalui ilalang yang belukar.

Besoknya, pagi cepat sekali datang. Wafa dan Alya bangun sebelum Amah Ju mengetuk pintu kamar. Mereka menginap di Ocean Dream. Seminggu sekali Amah Ju menginap di sini.

“Kebun ajaib!”pekik Alya girang. Wafa tersenyum lebar. Mereka berdua bergantian mandi setelah selesai sholat subuh.

Amah Ju tersenyum saat melihat mereka sudah duduk rapi di meja makan.

“Pergi pagi-pagi mengunjungi teman-teman?” tanya Amah Ju. Wafa dan Alya mengangguk penuh semangat. Amah Ju tertawa kecil.

“Auntie Stef belum bangun. Jadi kalian hanya bawa makan siang dan minum. Tidak ada kukis.”Ujar Amah Ju.

Wafa mendesah kecewa. Kukis buatan Auntie Stef enak sekali. Amah Ju menepuk kepala Wafa pelan.

“Dan pulang lebih cepat. Sore kita balik rumah,”tambah Amah Ju mengingatkan. Alya dan Wafa mengangguk-anggukkan kepala.

Setelah sarapan dan memasukkan makan siang ke dalam tas, Wafa dan Alya bergegas ke halaman belakang.

“Hati-hati,” pesan Amah Ju.

Melewati pohon mangga. Menuju pekarangan yang dipenuhi belukar. Wafa melangkah di depan. Seperti kemarin. Alya dibelakangnya mengikuti. Keduanya berlari-lari kecil dalam diam. Jantung mereka berdetak lebih cepat.

Lalu di sana! Kebun ajaib yang mereka tuju terlihat.

Kedua gadis itu berhenti berlari. Pelan-pelan keduanya mendekat. Keduanya merasakan debar-debar ingin tahu. Lalu mereka melihatnya!

Mata keduanya bersinar penuh takjub. Wafa mengibaskan kepalanya dengan cepat. Alya mengerjapkan kedua matanya. Lalu keduanya berdecak kagum. Berlari mendekat. Tangan keduanya menyentuh, memegang dan sekali lagi berseru girang. Wafa tersenyum lebar. Alya tertawa kecil. Ia memeluk Wafa. Matanya basah. Keduanya saling bertatapan dan berseru girang hampir bersamaan, “Pohon Lobi-lobi!”

-elbintang@2014-

Tinggalkan komentar